Guru Transformatif di Era Merdeka Belajar: Guru Transformasional dengan Alur Pembelajaran MERDEKA

 Dunia akan terus mengalami perubahan hari demi hari, salah satunya perubahannya terjadi dalam bidang pendidikan. Ujung tombak pelaksana pendidikan adalah guru karena guru merupakan elemen yang secara langsung berhubungan dengan peserta didik. Guru menjadi salah satu elemen sistem pendidikan yang memiliki banyak peran dalam proses pendidikan. Adanya pandemi COVID-19 pada tahun 2020 menuntut guru untuk terus mencari informasi tentang langkah efektif untuk mendidik dan mengajar peserta didik dalam jarak yang jauh. Secara tidak langsung, teknologi berperan penting dalam hal ini. Teknologi yang mulanya minim penggunaan, kini telah dioptimalkan kembali dalam pembelajaran jarak jauh. Guru harus selalu berperan aktif dalam setiap usaha meningkatkan kualitas mutu pendidikan. Beragam model pembelajaran variatif telah diterapkan oleh guru dalam pembelajaran, diantaranya berbasis proyek, inkuiri, model pembelajaran kooperatif, dll. Menjadi guru dimasa lalu tentu berbeda sensasinya dengan guru di masa sekarang. Guru masa kini dituntut harus mempercepat langkah atau bahkan berlari untuk mengejar berbagai tuntutan agar tidak tertinggal terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan mengingat sekarang telah memasuki era Society 5.0 yang merupakan era yang memadukan antara dunia maya (dunia virtual) dengan dunia fisik (dunia nyata). Peserta didik sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat memiliki kecakapan hidup abad 21 yang dikenal dengan istilah 4C, yakni creativity (kreativitas), critical thinking (berpikir kritis), communication (komunikasi), dan collaboration (kolaborasi). Dalam usaha meningkatkan kemampuan 4C, guru diharapkan bisa menerapkan kepemimpinan transaksional dan tranformasional. Guru yang yang memiliki kewajiban atau wewenang untuk mendidik dan mengajar dikatakan sebagai seorang pemimpin dan peserta didik sebagai seseorang yang dididik dianggap sebagai orang yang dipimpin. Fokus utama guru sebagai pemimpin transaksional adalah menjaga suasana kelas agar tetap stabil (kondusif) sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi efektif dan efisien. Suasana kelas yang tidak terkendali dan terjadi banyak pelanggaran dapat menghambat kegiatan dalam belajar mengajar didalam ruang belajar. Sebagai solusi dari masalah ini, yang menjadi kunci utamanya adalah membuat dan menetapkan "aturan main" yang jelas. Selain menetapkan aturan main, guru juga mesti mengadakan sebuah perjanjian mengenai hadiah (reward) yang akan diberikan apabila peserta didik memenuhi target yang telah ditetapkan. Dengan demikian, terdapat transaksi timbal balik antara peserta didik dengan guru. Guru memiliki target dan tujuan yang harus dicapai, peserta didik mendapat hadiah (reward) atas tercapainya target dan tujuan tersebut. Hadiah yang diberikan harus spesifik yaitu sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik. Perlu diingat pula bahwa hadiah yang diberikan benar-benar yang nyata dan dapat diperhitungkan oleh peserta didik. Ini misalnya memberikan nilai minimal tertentu apabila peserta didik rajin dalam mengikuti mata pelajaran yang diampu guru yang bersangkutan. Guru sebagai pemimpin transaksional berbeda dengan guru yang otoriter. Guru otoriter memang dapat mengendalikan situasi kelas, namun biasanya sering diikuti oleh ketidakpuasan peserta didik sebab lebih terfokus pada pemberian hukuman apabila ada kesalahan yang diperbuat peserta didik. Perbuatan yang sesuai dengan harapan, di sisi lain, biasanya dibiarkan begitu saja tanpa diberi reward karena dianggap sebagai sesuatu yang sudah sewajarnya. Dengan kata lain, tidak ada pertukaran imbal balik yang saling menguntungkan antara guru dengan peserta didik. Berbeda dengan guru sebagai pemimpin transaksional, kunci utama guru sebagai pemimpin transformasional adalah menetapkan perubahan minimal yang akan dicapai dalam sebuah sistem kelas yang diampu. Perubahan yang dimaksud secara khusus adalah perubahan perilaku peserta didik kearah yang lebih baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik. Guru berfokus pada upaya-upaya untuk mencapai perubahan tersebut. Guru yang transformasional juga harus mampu mendorong peserta didik untuk melakukan beragam inovasi terkait dengan kegiatan belajar mata pelajaran yang ditekuni peserta didik. Inovasi memerlukan kreativitas. Untuk dapat kreatif maka harus membiasakan diri berpikir divergen. Berpikir divergen adalah proses berpikir yang menghasilkan alternatif yang beraneka ragam. Ini adalah kemampuan menghasilkan tanggapan-tanggapan yang tidak biasa bahkan tampak tidak sesuai terhadap permasalahan atau pertanyaan. 

Pembelajaran yang dapat diterapkan guru sebagai pemimpin transformasional sudah termuat langkah pembelajarannya dalam alur MERDEKA (Mulai diri, Eksplorasi konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antar materi, dan Aksi Nyata). Pada tahap mulai diri, guru memberikan pertanyaan reflektif untuk memulai topik dan peserta didik dapat mempersiapkan diri untuk mempelajari materi tersebut. guru dapat memberikan tugas atau pertanyaan yang memungkinkan peserta didik melakukan eksplorasi terhadap berbagai kemungkinan jawaban. Guru tentu saja harus bersikap terbuka terhadap segala macam respon atau tanggapan peserta didik yang beragam. Selanjutnya berikan umpan balik dan mengeksplorasi bersama-sama pilihan respon yang terbaik dengan berbagai alasannya. Apabila ini sering dilakukan di kelas maka akan jadi kebiasaan bagi peserta didik-peserta didik untuk selalu berpikir alternatif. Kebiasaan berpikir alternatif ini akan mendorong peserta didik untuk lebih kreatif sehingga mengarahkan peserta didik untuk mampu melakukan inovasi-inovasi secara mandiri dalam menghadapi tugas atau masalah dalam belajarnya. Pada tahap ruang kolaborasi antar peserta didik belajar secara berkelompok untuk memperdalam pemahaman yang didapat dari eksplorasi konsep dan mendorong adanya kolaborasi dalam pembelajaran. Kemampuan mendorong peserta didik untuk melakukan inovasi dapat diawali dengan memberi contoh-contoh. Oleh karena itu, guru yang transformasional juga harusdapat memberi teladan bagi peserta didik-peserta didiknya. Keteladanan ini terutama secara langsung dengan perilaku yang ditunjukkan guru. Perilaku tersebut misalnya sikap displin, bijaksana, ramah, terbuka dan kreatif. Secara tidak langsung, guru dapat mengisahkan seorang tokoh atau suatu peristiwa yang dengan itu peserta didik dapat mengambil hikmahnya. Hal ini dapat dilakukan di sela-sela kegiatan belajar mengajar sebagai selingan atau diakhir pelajaran sebagai penutup. Apabila dilakukan disela-sela kegiatan belajar mengajar harus diberikan sedemikian rupa, secara singkat, spontan dan ringan sehingga tidak terkesan memaksakan. Apabila dilakukan untuk menutup pelajaran sebaiknya difokuskan pada hal-hal yang dapat memberi semangat dan inspirasi pada peserta didik dalam kegiatan belajar diluar kelas. Dari hasil kolaborasi antar peserta didik dan juga respon dari guru terhadap peserta didik diharapkan peserta didik memahami materi yang dibelajarkan sehingga perlu dilakukan penugasan mandiri kembali untuk mengevaluasi pemahaman mereka. Tahap ini merupakan tahap demonstrasi kontekstual. Setelah diberikan penugasan, peserta didik akan mulai memikirkan materi-materi yang dirasa masih belum paham. Maka dari itu, guru melaksanakan diskusi kembali dengan peserta didik yang termasuk tahap elaborasi pemahaman. Kemudian, pada tahap koneksi antar materi peserta didik diminta untuk membuat kesimpulan dari keseluruhan materi yang sudah dipelajari hari itu. Setelah menyimpulkan, diharapkan peserta didik dapat mengimplementasikan atau menerapkan pengetahuan yang telah mereka peroleh di kelas sebagai perwujudan bahwa mereka telah memahami materi pembelajaran di kelas. Terkait dengan pengerjaan tugas-tugas yang diberikan guru sebagai PR (Pekerjaan Rumah), guru harus memantau sejauh mana perkembangan yang telah dilakukan peserta didik. Selain itu juga menyediakan waktu luang apabila ada peserta didik yang ingin konsultasi. Kesediaan meluangkan waktu untuk peserta didik harus dinyatakan secara eksplisit kepada seluruh peserta didik. Pernyataan disampaikan sedemikian rupa yang memberi kesan bahwa guru yang bersangkutan "welcome" atau terbuka terhadap peserta didik. Ini penting untuk menanamkan kepercayaan pada diri peserta didik bahwa guru tersebut bukanlah sosok yang mengancam bagi rasa aman peserta didik. Sebagaimana diketahui tidak semua peserta didik merasa aman berhadapan dengan guru-gurunya terutama secara pribadi. Apabila peserta didik merasa aman dapat berhadapan secara pribadi dengan guru maka ini merupakan jalan bagi guru yang bersangkutan untuk dapat menjalin hubungan personal yang lebih baik. Hubungan personal yang baik akan rnembuat peserta didik bisa lebih terbuka sehingga guru dapat memahami kebutuhan masing-masing peserta didik. Pemahaman yang baik akan kebutuhan peserta didik membuat guru lebih baik dalam mengarahkan dan memberi dorongan kepada peserta didik untuk tumbuh dan berkembang. Perhatian terhadap kebutuhan individual peserta didik ini merupakan ciri dari guru transformasional. 

Menjadi guru dengan kualitas transformasional memang tidak semudah yang dibayangkan. Guru harus cerdas, demokratis, inovatif, kreatif, mampu berempati, dan bersikap konsisten. Namun demikian, hal itu bukan menjadi penghambat untuk mencapai kualitas kepemimpinan transformasional dalam pembelajaran. Terdapat dua strategi dalam mendidik atau membina guru transformasional, yaitu: (1) dimulai dengan evaluasi kualitas kepemimpinan transformasional yang dimiliki para guru peserta pelatihan. Ini dapat diperoleh dari peserta didik dan atau rekan sesama guru. Hasil evaluasi tersebut kemudian didiskusikan dengan seorang mentor dan dibandingkan dengan evaluasi yang dilakukan diri sendiri. Tujuan dilakukannya diskusi tersebut adalah untuk menelaah apabila terjadi kesenjangan antara hasil evaluasi orang lain dengan diri sendiri. Masing-masing peserta dalam kelompok dapat berbagi pengalaman sehingga dapat mengambil pelajaran. (2) Dengan berimajinasi atau membayangkan sosok guru ideal yang pernah dikenal, lalu melakukan penjabaran dan juga proses telaah perilaku sosok guru ideal tersebut. Biasanya akan muncul contoh-contoh karakteristik kepemimpinan transformasional. Pelatih harus meyakinkan bahwa kualitas seperti itu bukanlah monopoli sang guru ideal, tetapi dapat dikembangkan oleh setiap manusia yang mau berusaha dan memiliki niat yang tinggi. Selanjutnya, perilaku-perilaku ideal yang sudah diidentifikasi dibahas lebih lanjut untuk dapat ditiru dan diterapkan dalam konteks lingkungan sekolah atau dalam kelas masing-masing guru. Selain dengan pelatihan yang menggunakan dua strategi di atas, guru juga dapat mencapai kualitas transformasional dengan selalu melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar di kelas. Kegiatan evaluasi ini dilakukan pada awal dan akhir kegiatan belajar mengajar sehingga dapat untuk mengetahui tingkat perubahan peserta didik. Sikap terbuka terhadap kritik dan masukan adalah kunci utamanya. Selanjutnya, guru juga perlu membekali diri dengan mencerap berbagai ragam informasi dan pengetahuan untuk membuka wawasan agar lebih luas. Wawasan yang luas merupakan wadah bagi guru untuk bersikap lebih bijaksana dalam mengambil suatu keputusan dan juga dalam penyelesaian masalah atau pertanyaan.

Berperan menjadi guru dengan kualitas transaksional tidaklah cukup sebab tujuan pendidikan menghendaki perubahan pada diri peserta didik. perubahan. Oleh karena itu guru juga harus meningkatkan kualitas kepemimpinan-nya setingkat lebih tinggi sebagai guru transformasional. Guru transformasional pada hakekatnya adalah guru yang dapat memotivasi peserta didik untuk berubah ke arah yang lebih baik melebihi batas yang telah ditetapkan. Peserta didik mampu mengoptimalkan potensi didalam dirinya, kreatif, dan inovatif berkat kepemimpinan guru dengan kualitas yang seperti ini. Kualitas ini dapat dicapai, yakni melalui pelatihan dan evaluasi secara mandiri dan kontinyu atau berkelanjutan terhadap kegiatan belajar mengajar yang disertai dengan bekal wawasan berbagai macam informasi dan pengetahuan yang luas. Pembelajaran yang dapat diterapkan guru sebagai pemimpin transformasional sudah termuat langkah pembelajarannya dalam alur MERDEKA (Mulai diri, Eksplorasi konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antar materi, dan Aksi Nyata) demi mewujudkan keterampilan 4C (Creativity, Critical thinking, Communication, and Collaboration) dalam diri peserta didik.

Komentar